Selasa, 21 Juli 2009

BIOGRAFI 7 PERAWI

Evi Astuti

Biografi Imam Bukhari
Buta di masa kecilnya.
Keliling dunia mencari ilmu.
Menghafal ratusan ribu hadits.
Karyanya menjadi rujukan utama setelah Al Qur’an.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.
Beliau dilahirkan pada bulan syawal tahun 194 H di negeri bukhara, yang sekarang di kenal sebagai bagian dari negeri soviet. Beliau adalah seorang yang sangat alim di bidang hadits. Beliau menyusun sebuah kitab yang kesahihannya telah disepakati oleh umat islam dari jaman dahulu hingga sekarang.

Imam bukhari pernah ditanya oleh seseorang:' Bagaimana mulanya engkau berkecimpung dalam bidang hadits ini? Maka beliau mengatakan : saya diilhami untuk menghafal hadits ketika saya bersama dengan para penulis hadits. Berapa usiamu pada waktu itu? Dia menjawab 10 tahun, atau kurang. Saya lalu keluar dari kelompok para penulis itu dan selanjutnya saya selau menemani ad dakhili dan ulama lainnya. Ketika saya telah berkecimpung di bidang ini saya telah hafal ibnul mubarak dan waqi'. Saya lalu pergi ke Mekkah bersama ibu dan saudaraku , sesudah selesai berhaji , saudaraku lalu mengantarkan ibuku pulang, sedangkan saya memperdalam dan mematangkan diri dalam bidang hadits.

Imam bukahari selanjutnya berkelana ke berbagai daerah seperit nisabur, baghdad, bashrah, kufah, mekkah, madinah, syam dan mesir untuk mendapatkan hadits dari sejumlah ulama.

Beliau menulis kitabnya yang bernama tarikh di masjid nabawi, sejumlah buku yang memuat nama-nama rijal (Orang).

Imam bukhari pada waktu kecil pernah mendatangi para ulama yang sedang bersama para muridnya, karena beliau masih kecil beliau malu memberi salam pada mereka. Suatu ketika beliau ditanya oleh seorang alim: berapa hadits yang sudah kau tulis hari ini? Imam bukhari menjawab: Dua" orang-orang yang ada di sekitarnya mentertawakannya. Alim itu pun berkata" kalian jangan mentertawakannya, boleh jadi suatu hari kalian akan ditertawakannya.

Beliau berkata: suatu kali saya bersama ishak ibnu rahawaih, lalu ada sejumlah temanku yang berkata kepadaku " alangkah baiknya kalau sekiranya engkau kumpulkan sunnah nabi sholallohu alaihi wasalam dalam sebuh kitab yang singkat. Hal tersebut mengena dalam hatiku , maka saya mulai mengumpulkannya dalam kitab ini (Kitab sahih Bukhari).

Beliau berkata : kitab ini saya pilihkan dari 600 ribu hadits. beliau juga berkata : tidaklah aku tulis satu hadits dalam kitab ini kecuali saya wudlu/mandi dan sholat dua rekaat.

Imam bukari berkata: saya menulis hadits dari 1000 orang alim atau lebih. Tidak ada satu pun hadits yang ada padaku kecuali kusebutkan isnadnya.

Imam bukhari meninggal pada tahun 256 H pada malam hari raya idhul fitri pada usia 62 tahun. Kubur beliau terletak di bikharnatk dekat dengan samarkand.
IMAM AHMAD BIN HAMBAL
Setiap kali membaca biografi Ahmad bin Hambal, kita akan bertemu dengan sosok yang gigih dalam membela sifat-sifat Allah yang haq, meskipun beliau disiksa bertahun -tahun lamanya. Tidak gentar, tidak berpaling, dan tidak mengerahkan murid-muridnya untuk melawan penguasa, tetapi malah selalu mendoakan pemimpin (meski mereka amat sangat zalim sekali), sebagaimana beliau pernah berkata, "Sekiranya saya memiliki doa yang pasti terkabul, tentu doa itu kutujukan untuk pemimpin".
Nasab dan Kelahirannya
Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Nasab beliau bertemu dengan nasab RasuluLlah sholaLlahu a'laihi wasallam pada diri Nizar bin Ma'd bin 'Adnan. Yang berarti bertemu nasab pula dengan nabi Ibrahim 'alaihissalam.
Ketika beliau masih dalam kandungan, orang tua beliau pindah dari kota Marwa-tempat tinggal sang ayah-, ke kota Baghdad. Di kota itulah beliau dilahirkan, tepatnya pada bulan Rabi'ul Awwal 164H. Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru berumur 3 tahun.
Masa Menuntut Ilmu

Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. Ibunya, Shafiyyah binti Maimunah, berperan penuh dalam mendidik dan membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah meninggalkan dua rumah untuk mereka: satu ditempati sendiri, dan satunya disewakan dengan harga sangat murah. Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan keadaan syaikhnya, Imam Syafi'i, yang yatim dan miskin, tetapi tetap mempunyai semangat yang tinggi. Keduanya juga memiliki ibu yang mampu mengantar mereka kepada kemajuan dan kemuliaan.

Beliau mendapatkan pendidikan pertamanya di Baghdad.Setamatnya menghafal AlQuran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttan saat berusia 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan. Perhatian beliau saat itu tengah tertuju pada keinginan mengambil hadits dari para perawinya. Orang pertama tempat mengambil hadits adalah Al-Qadhi Abu Yusuf, murid/rekan Imam Abu Hanifah. Pada usia 16 tahun, Imam Ahmad mulai tertarik untuk menulis hadits. Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim Al-Wasithy hingga syaikhnya wafat, dan telah belajar lebih dari 300.000 hadits.
Pada umur 23 tahun, beliau mulai mencari hadits ke Bashrah, Hijaz, Yaman, dan kota lain. Selama di Hijaz, beliau banyak mengambil hadits dan faidah dari Imam Syafi'i, bahkan Imam Syafi'i sendiri amat memuliakan Imam Ahmad dan menjadikan beliau sebagai rujukan dalam mengenal keshahihan sebuah hadits. Demikianlah ketekunan beliau, sampai-sampai beliau baru menikah di usia 40 tahun. Seseorang pernah berkata kepada beliau, "Wahai Abu Abdillah, Anda telah menjadi imam kaum muslimin". Beliau menjawab, "Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah(kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur". Beliau senantiasa seperti itu: menekuni hadits, memberi fatwa, dsb. Banyak ulama yang pernah belajar kepada beliau, semisal kedua putranya, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Abu Zur'ah, dan lain- lain.
Kitab-kitab beliau
Kitabnya yang terkenal, al-Musnad, beliau susun dalam waktu 60 tahun sejak beliau pertama kali tertarik menulis hadits. Beliau juga menyusun kitab Al-Manasik ash- Shaghir dan Al-Kabir, kitab Az-Zuhud, Ar-Radd 'ala Jahmiyyah wa az-Zindiqiyyah, kitab as-Sholah, as-Sunnah, al-Wara' wa al-Iman, al-'Ilal wa ar-Rijal,Fadhail ash- Shahabah, dan lain-lain.
Imam Tirmidzi
Sejarah Singkat Imam Tirmizi
Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat sosok Imam Tirmizi sebagai salah satu periwayat dan ahli Hadits utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama lainnya. Karyanya, Kitab Al Jami’, atau biasa dikenal dengan kitab Jami’ Tirmizi, menjadi salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta termasuk dalam Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan ensiklopedia Hadits terkenal. Sosok penuh tawadhu’ dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi.
Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi. Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri, antara lain Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.
Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits untuk mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, dan lainnya.
Perjalanan panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.
Di kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula murid-murid Imam Tirmizi.
Banyak kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri Imam Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi. Salah satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi dalam menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan dirinya sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari.
Sementara kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut adalah salah satu bukti kelebihan sang Imam :
Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi berkata, “Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Dia mengira bahwa ‘dua jilid kitab’ itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya bertemu dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan Hadits yang telah dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang ternyata masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Selain dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan pandangan luas. Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam kitabnya Al-Jami’.
Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Sebagai tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: “Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya.”
Biografi Abu Dawud
IBNU MAJAH Beliau bernama Imam Al Hafidz Al Faqih Sulaiman bin Imron bin Al Asy`ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Imron -atau disebut dengan Amir- Al Azdy As Sajistaany, dan dilahirkan pada tahun 202 H/817M di kota Sajistaan, menurut kesepakatan referensi yang memuat biografi beliau,demikian juga didasarkan keterangan murid beliau yang bernama Abu Ubaid Al Ajury ketika beliau wafat,ketika berkata: aku telah mendengar dari Abi Daud ,beliau berkata : Aku dilahirkan pada tahun 202 H / 817 M (Siyar A`lam An Nubala` 13/204)
Perkembangan keilmuannya
Tidak didapatkan berita atau keterangan tentang masa kecil beliau kecuali keterangan bahwa keluarganya memiliki perhatian yang sangat besar dalam hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, dan ini sangat mempengaruhi perkembangan keilmuan beliau di masa depannya.Keluarga beliau adalah keluarga yang terdidik dalam kecintaan terhadap hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan ilmu-ilmunya. Bapak beliau yaitu Al Asy`ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahlil hadits. Maka berkembanglah Abu Daud dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits, sehingga beliau mengadakan perjalanan (Rihlah)dalam mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun.Beliau memulai perjalanannya ke Baghdad (
Iraq) pada tahun 220 H/835M dan menemui kematian Imam Affan bin Muslim, sebagaimana yang beliau katakan : “Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkannya” (Tarikh Al Baghdady 9/56). Walaupun sebelumnya beliau telah pergi ke negeri-negeri tetangga Sajistaan, seperti khurasan, Baghlan, Harron, Roi dan Naisabur.
Riwayat Perjalanan
1. Tahun 221H/836M beliau datang ke Kufah dan mengambil hadits dari Al Hafidz Al Hasan bin Robi` Al Bajaly dan Al Hafidz Ahmad bin Abdillah bin Yunus Al Yarbu`iy (mereka berdua termasuk dalam guru-gurunya Imam Muslim).
2. Sebelumnya beliau berkelana ke makkah dan meriwayatkan hadits dari Abdulloh bin Maslamah Al Qo`naby (Wafat tahun 221 H/836M).
3. Di Damaskus mengambil hadits dari Ishaq bin Ibrohim Al Faradisy dan Hisyam bin Ammaar.
4. Tahun 224 H/839M pergi ke Himshi dan mengambil hadits dari Imam Hayawah bin Syuraih Al Himshy.
5. Mengambil hadits dari Ibnu Ja`far An Nafiry di Harron
6. Di Halab mengambil hadits dari Abu Taubah Robi` bin Nafi` Al Halab
7. Di Mesir mengambil hadits dari Ahmad bin Sholeh Ath Thobary, kemudian beliau tidak berhenti mencari ilmu di negeri-negeri tersebut bahkan sering sekali bepergian ke Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal disana dan menerima serta menimba ilmu darinya.Walaupun demikian beliaupun mendengar dan menerima ilmu dari ulama-ulama Bashroh, seperti: Abu Salamah At Tabudzaky, Abul Walid Ath Thoyalisy dan yang lain-lainnya. Karena itulah beliau menjadi seorang imam ahlil hadits yang terkenal banyak berkelana dalam mencari ilmu.
Guru-Guru Beliau.
Guru-guru beliau sangat banyak,karena beliau menuntut ilmu sejak kecil dan sering bepergian kepenjuru negeri-negeri dalam menuntut ilmu, sampai-sampai Abu Ali Al Ghosaany mengarang sebuah buku yang menyebut nama-nama guru beliau dan sampai mencapai 300 orang,demikian juga Imam Al Mizy menyebut dalam kitabnya Tahdzibul Kamal 177 guru beliau.
Dan diantara mereka yang cukup terkenal adalah : Imam Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ibrohim bin Rahuyah, Ali bin Al Madiny, Yahya bin Ma`in, Abu Bakr ibnu Abi Syaibah, Muhammad bin Yahya Adz Dzuhly, Abu Taubah Robi` bin Nafi` Al Halaby, Abdulloh bin Maslamah Al Qo`naby, Abu Khoitsamah Zuhair bin Harb, Ahmad bin Sholeh Al Mishry, Hayuwah bin syuraih, Abu Mu`awiyah Muhammad bin Hazim Adh Dhorir, Abu Robi` Sulaiman bin
Daud Az Zahrony, Qutaibah bin Sa`di bin Jamil Al Baghlany. (LihatTahdzibul Kamal 11/358-359).Murid-Murid Beliau.Demikian pula murid-murid beliau cukup banyak dan saya cukupkan dengan menyebut sebagian dari mereka disini, yaitu : Abu `Isa At Tirmidzy, An Nasa`i, Abu Ubaid Al Ajury, Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al Baghdady (Perawi sunan Abi Daud dari beliau), Abu `Amr Ahmad bin Ali Al Bashry (perawi kitab sunan dari beliau), Abu Bakr Ahmad bin Muhammad Al Khollal Al Faqih, Isma`il bin Muhammad Ash Shofar, Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau), Zakariya bin Yahya As Saajy, Abu Bakr Ibnu Abi Dunya, Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau), Ali bin Hasan bin Al `Abd Al Anshory (perawi sunsn dari beliau), Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau), Abu `Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu`lu`y (perawi sunan dari beliau), Muhammad bin Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al Bashry (perawi kitab Al Qadar dari beliau). (lihat Siyar A`lam An Nubala` 13/206 dan Tahdzibul Kamal 11/360).
Aqidah Beliau.Beliau adalah imam dari imam-imam ahlisunnah wal jamaah yang hidup di Bashroh kota berkembangnya kelompok Qadariyah, demikian juga berkembang disana pemikiran Khowarij, Mu`tazilah, Murji`ah dan Syi`ah Rafidhoh serta Jahmiyah dan lain-lainnya, tetapi walaupun demikian beliau tetap dalam keistiqomahan diatas Sunnah dan beliaupun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar, demikian pula bantahan beliau atas Khowarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij, dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam yang telah disampaikan olah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang terdapat padanya bantahan-bantahan beliau terhadap Jahmiyah, Murji`ah dan Mu`tazilah.

Wafatnya Beliau.Beliau wafat dikota Bashroh tanggal 16 Syawal 275 H (20 Februari 889) dan disholatkan janazahnya oleh Abbas bin Abdul Wahid Al Haasyimy.

Perkembangan Islam, sedari awal hingga hari ini, tak lepas dari peranan Hadis. Dalam pemahaman umum, Hadis adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yang meliputi tindakan, perkataan, maupun persetujuannya atas sesuatu. Keseluruhan tindakan dan ucapan Nabi SAW itu kemudian dijadikan panutan dan patokan bagi para pengikut Muhammad SAW dalam menjalankan perintah-perintah agama.

Semasa Nabi SAW hidup, ajaran-ajaran tersebut belum dibukukan. Hanya ada beberapa pencatat atau semacam sekretaris yang biasa mencatat pesan-pesan Nabi SAW, salah satunya adalah Sahabat Zaid bin Tsabit. Namun setelah wafatnya Muhammad SAW, para ulama bersepakat untuk menulis kembali apa-apa yang pernah disampaikan dan dipraktikkan Nabi SAW dalam bentuk kitab. Terbitlah kemudian kitab-kitab Hadis yang merekam tentang segala sesuatu yang terkait dengan Nabi SAW.
Dari sekian puluh ulama yang dikenal sebagai ahli Hadis dan banyak meriwayatkan sabda-sabda Nabi SAW adalah Imam Ibnu Majah. Bernama lengkap Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-Qarwini. Ia lebih akrab dipanggil Ibnu Majah. Ulama yang dikenal kejujuran dan akhlak mulianya ini dilahirkan di Qazwin, Irak pada 209 H/824 M. Sebutan Majah dinisbahkan kepada ayahnya, Yazid, yang juga dikenal dengan nama Majah Maula Rab’at. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Majah adalah ayah dari Yazid. Namun demikian, pendapat pertama tampaknya yang lebih valid.
Ibnu Majah mulai belajar sejak usia remaja. Namun baru mulai menekuni bidang ilmu Hadis pada usia 15 tahun pada seorang guru ternama kala itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasi (w. 233 H). Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar. Hal inilah yang membuat Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negara guna mencari, mengumpulkan, dan menulis Hadis. Puluhan negeri telah ia kunjungi, antara lain Rayy (Teheran), Basra, Kufah, Baghdad, Khurasan, Suriah, dan Mesir.
Dengan cara inilah, Ibnu Majah dapat menghimpun dan menulis puluhan bahkan ratusan Hadis dari sumber-sumber yang dipercaya kesahihannya. Tak hanya itu, dalam berbagai kunjungannya itu, ia juga berguru pada banyak ulama setempat. Seperti, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar bin Adam, dan para pengikut perawi dan ahli Hadis, Imam Malik serta Al-Lays. Dari pengembaraannya ini, tak sedikit ulama yang akhirnya meriwayatkan Hadis dari Ibnu Majah. Antara lain Ishaq bin Muhammad, Ali bin Ibrahim bin Salamah Al-Qattan, Ahmad bin Ibrahim, dan sebagainya.
Sepanjang hayatnya, Imam Ibnu Majah telah menulis puluhan buku, baik dalam bidang Hadis, sejarah, fikih, maupun tafsir. Di bidang tafsir, ai antara lain menulis Tafsir Alquranul Karim. Sementara itu, di bidang sejarah, Ibnu Majah menulis buku At-Tariikh, karya sejarah yang memuat biografi para perawi Hadis sejak awal hingga ke masanya. Lantaran tak begitu monumental, kemungkinan besar kedua karya tersebut tak sampai di tangan generasi Islam berikutnya.
Yang menjadi monumental dan populer di kalangan Muslim dan literatur klasik dari karya Ibnu Majah adalah kitab di bidang Hadis berjudul Kitab Sunan Ibnu Majah. Kitab ini merupakan karya terbesar dia. Di bidang ini pula, Ibnu Majah telah meriwayatkan sedikitnya 4000 buah Hadis. Bahkan, seperti diungkapkan Muhammad Fuad Abdul Baqi, penulis buku Mu’jam Al-Mufahras li Alfaz Alquran (Indeks Alquran), jumlah Hadis dalam kitab Sunan Ibnu Majah berjumlah 4.241 buah Hadis. Sebanyak 3002 di antaranya termaktub dalam lima kitab kumpulan Hadis yang lain. Tak hanya hukum Islam, dalam kitab Sunan Ibnu Majah tersebut juga membahas masalah-masalah akidah dan muamalat. Dari sekian banyak Hadis yang diriwayatkan, beberapa kalangan ulama mengkategorikan sebagiannya sebagai Hadis lemah.
Atas ketekunan dan kontribusinya di bidang ilmu-ilmu Islam itu, khususnya disiplin ilmu Hadis, banyak ulama yang kagum dan menilainya sebagai salah seorang ulama besar Islam. Seorang ulama bernama Abu Ya’la al-Khalili al-Qazwini misalnya, berkata: “Ibnu Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal Hadis.” Ulama lainnya, Zahabi dalam Tazkiratul Huffaz, melukiskannya sebagai seorang ahli Hadis besar dan mufassir (ahli tafsir), pengarang kitab sunan dan tafsir, serta ahli Hadis kenamaan negerinya. Sementara mufassir dan kritikus Hadis besar kenamaan, Ibnu Kasir, dalam karyanya, Al-Bidayah, berkata: “Muhammad bin Yazid (Ibnu Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyhur. Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya kepada Hadis dan usul serta furu’.”
Setelah sekian lama mendedikasikan hidup dan pikirnya kepada Islam, Sang Khaliq akhirnya memanggil Imam Ibnu Majah selama-lamanya pada tanggal 22 Ramadhan 273 H/887 M. Ia dimakamkan di tanah kelahirannya, Qazwin, Irak. Umat Islam terus mengenangnya melalui berbagai karyanya, terutama Kitab Sunan Ibnu Majah yang termasuk dalam Kutubus Sittah (Enam Kitab Utama Hadis).
IMAM MUSLIM

Nama lengkap beliau ialah Imam Abdul Husain bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Dia dilahirkan di Naisabur tahun 206 H. Sebagaimana dikatakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya "Ulama'ul Amsar. Imam Muslim adalah penulis kitab syahih dan kitab ilmu hadits. Dia adalah ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal sampai kini.

Kehidupan dan Pengembaraannya

Kehidupan Imam Muslim penuh dengan kegiatan mulia. Beliau meran-tau ke berbagai negeri untuk mencari hadits. Dia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dia belajar hadits sejak masih kecil, yakni mulai tahun 218 H. Dalam perjalanannya, Muslim bertemu dan berguru pada ulama hadis.

Di Khurasan, dia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray, dia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan. Di Irak, dia belajar kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Di Hijaz, berguru kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas'ab. Di Mesir, belajar kepada 'Amar bin Sawad dan Harmalah bin Yahya dan berguru kepada ulama hadits lainnya.

Imam Muslim berulangkali pergi ke Bagdad untuk belajar hadits, dan kunjungannya yang terakhir tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering berguru kepadanya. Sebab dia mengetahui kelebihan ilmu Imam Bukhari. Ketika terjadi ketegangan antara Bukhari dengan az--Zuhali, dia memihak Bukhari. Sehingga hubungannya dengan az-Zuhali menjadi putus. Dalam kitab syahihnya maupun kitab lainnya, Muslim tidak memasukkan hadits yang diterima dari az-Zuhali, meskipun dia adalah guru Muslim. Dan dia pun tidak memasukkan hadits yang diterima dari Bukhari, padahal dia juga sebagai gurunya. Bagi Muslim, lebih baik tidak memasukkan hadits yang diterimanya dari dua gurunya itu. Tetapi dia tetap mengakui mereka sebagai gurunya.

Wafatnya

Setelah mengarungi kehidupan yang penuh berkah, Muslim wafat pada hari Ahad sore, dan di makamkan di kampong Nasr Abad daerah Naisabur pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun. Selama hidupnya, Muslim menulis beberapa kitab yang sangat bermanfaat.

Para Gurunya

Imam Muslim mempunyai guru hadits sangat banyak sekali, diantaranya adalah: Usman bin Abi Syaibah, Abu Bakar bin Syaibah, Syaiban bin Farukh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harab, 'Amar an-Naqid, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Yasar, Harun bin Sa'id al-Aili, Qutaibah bin sa'id dan lain sebagainya.

Murid yang meriwayatkan Haditsnya

Banyak para ulama yang meriwayatkan hadits dari Imam Muslim, bahkan di antaranya terdapat ulama besar yang sebaya dengan dia. Di antaranya, Abu Hatim ar-Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salamah, Abu Bakar bin Khuzaimah, Yahya bin Said, Abu Awanah al-Isfarayini, Abi isa at-Tirmidzi, Abu Amar Ahmad bin al-Mubarak al-Mustamli, Abul Abbas Muhammad bin Ishaq bin as-Sarraj, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan al-Faqih az-Zahid. Nama terakhir ini adalah perawi utama bagi Syahih Muslim. Dan masih banyak lagi muridnya yang lain.

Pujian para Ulama

Apabila Imam Bukhari sebagai ahli hadits nomor satu, ahli tentang ilat--ilat (cacat) hadits dan seluk beluk hadits, dan daya kritiknya sangat tajam, maka Muslim adalah orang kedua setelah Bukhari, baik dalam ilmu, keistimewaan dan kedudukannya. Hal ini tidak mengherankan, karena Muslim adalah salah satu dari muridnya. Al-Khatib al-Bagdadi berkata: "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, mengembangkan ilmunya dan mengikuti jalannya." Pernyataan ini bukanlah menunjukkan bahwa Muslim hanya seorang pengikut saja. Sebab ia mempunyai ciri khas tersendiri dalam menyusun kitab, serta memperkenalkan metode baru yang belum ada sebelumnya.
Imam Muslim mendapat pujian dari ulama hadis dan ulama lainnya. Al--Khatib al-Bagdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya "Saya me-lihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dari pada guru- guru hadits lainnya. Ishak bin Mansur al-Kausaj berkata kepada Muslim: "Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin."
Ishak bin Rahawaih pernah mengatakan: "Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis hadits dari dia di Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang benar- benar ahli hadits hanya empat orang. Di antaranya adalah Muslim." Mak-sudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy. Sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.

Kitab tulisan Imam Muslim

Imam muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya:
1. Al-Jamius Syahih
2. Al-Musnadul Kabir Alar Rijal
3. Kitab al-Asma' wal Kuna
4. Kitab al-Ilal
5. Kitab al-Aqran
6. Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal
7. Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba'
8. Kitab al-Muhadramain
9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin
10. Kitab Auladus Sahabah
11. Kitab Auhamul Muhadisin.

Kitabnya yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih Muslim.

Kitab Sahih Muslim

Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.

Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.

ANNASA’I

Imam Nasa`i dengan nama lengkapnya Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany, Beliau terkenal dengan nama An Nasa`i karena dinisbahkan dengan kota Nasa'i salah satu kota di Khurasan. Beliau dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian menurut Adz Dzahabi. Dan beliau meninggal dunia pada hari Senin tanggal 13 Shafar 303 Hijriah di Palestina dan beliau dikuburkan di Baitul Maqdis.
Beliau menerima Hadits dari Sa'id, Ishaq bin Rawahih dan ulama-ulama lainnya selain itu dari kalangan tokoh ulama ahli hadits yang berada di Khurasanb, Hijaz, Irak, Mesir, Syam, dan Jazirah Arab. Beliau termask diantara ulama yang ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad hadtsnya. Beliau lebih kuat hafalannya menurut para ulama ahli hadits dari Imam Muslim dan kitab Sunan An Nasa`i lebih sedikit hadits dhaifnya (lemah) setelah Hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Beliau pernah menetap di Mesir
Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah antara lain; Qutaibah bin Sa`id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi (penyusun al-Jami`/Sunan al-Tirmidzi).
Murid-muridnya
murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramah beliau, antara lain; Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu`jam), Abu Ja`far al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakr bin Ahmad al-Sunni. Nama yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai “penyambung lidah” Imam al-Nasa`i dalam meriwayatkan kitab Sunan al-Nasa`i.

Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.


karangannya
Karangan-karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi`i.
Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasa`i, kitab ini dikenal dengan al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada al-Nasa`i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?” Beliau menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya”.
Kemudian Amir berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang shahih-shahih saja”. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
Imam al-Nasa`i sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar “Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra dibawah derajat Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya”. Nah, karena hadis-hadis yang termuat di dalam kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.
Disamping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba, sehingga nama al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa`i, sebagaimana kita kenal sekarang. Dan nampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya.

IBNU MAJAH

Di suatu hari tepatnya pada tahun 209/284 Masehi Allah menurunkan anugerahnya kepada rakyat daerah Qazwin, karena di tempat itulah seorang imam yang jujur dan cerdas dilahirkan. Imam itu adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabî'î bin Majah Al-Qazwinî Al-Hâfidz, namun iman tersebut dengan sebutan Ibnu Majah. Sebutan Majah ini dinisbatkan kepada ayahnya Yazid, yang juga dikenal dengan sebutan Majah Maula Rab'at. Ada juga yang mengatakan bahwa Majah adalah ayah dari Yazid. Walaupun demikian, tampaknya pendapat pertama yang lebih valid.

Beliau mulai mengecap dan menginjakkan kakinya di dunia pendidikan sejak usia remaja, dan menekuni pada bidang hadits sejak menginjak usia 15 tahun pada seorang guru yang ternama pada kala itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasy (wafat tanggal 233 H). Bakat dan minat yang sangat besar yang dimilikinyalah yang akhirnya membawa beliau berkelana ke penjuru negeri untuk menelusuri ilmu hadits. Sepanjang hayatnya beliau telah mendedikasikan pikiran dan jiwanya dengan menulis beberapa buku Islam, seperti buku fikih, tafsir, hadits, dan sejarah. Dalam bidang sejarah beliau menulis buku "At-Târîkh" yang mengulas sejarah atau biografi para muhaddits sejak awal hingga masanya, dalam bidang tafsir beliau menulis buku "Al-Qur'ân Al-Karîm” dan dalam bidang hadits beliau menulis buku "Sunan Ibnu Majah". Disayangkan sekali karena buku "At-Târîkh" dan "Al-Qur'ân Al-Karîm" itu tidak sampai pada generasi selanjutnya karena dirasa kurang monumental.

Suatu hari umat Islam di dunia ditipa ujian, kesedihan menimpa kalbu mereka. Karena setelah memberikan kontribusi yang berarti bagi umat, akhirnya sang imam yang dicintai ini dipanggil oleh yang Maha Kuasa pada hari Senin tanggal 22 Ramadhan 273 H/887 M. Almarhum dimakamkan hari Selasa di tanah kelahirannya Qazwîn, Iraq.

Ada pendapat yang mengatakan beliau meninggal pada tahun 275 H, namun pendapat yang pertama lebih valid.

Walaupun beliau sudah lama sampai ke finish perajalanan hidupnya, namun hingga kini beliau tetap dikenang dan disanjung oleh seluruh umat Islam dunia. Dan ini adalah bukti bahwa beliau memang seorang ilmuan sejati.

Perjalanan Menuntut Ilmu
Sama halnya dengan para imam-imam terdahulu yang gigih menuntut ilmu, seorang imam terkenal Ibnu Majah juga melakukan perjalanan yang cukup panjang untuk mencari secercah cahaya ilmu Ilahi, karena ilmu yang dituntut langsung dari sumbernya memiliki nilai lebih tersendiri daripada belajar di luar daerah ilmu itu berasal. Oleh sebab itu beliau sudah melakukan rihlah ilmiyah-nya ke beberapa daerah; seperti kota-kota di Iraq, Hijaz, Syam, Pârs, Mesir, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Damaskus, Ray (Teheran) dan Konstatinopel.

Dalam pengembaraannya beliau bertemu banyak guru yang dicarinya, dari merekalah nantinya ia menggali sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan dan menggali potensinya. Rihlah ini akhirnya menghasilkan buah yang sangat manis dan bermanfaat sekali bagi kelangsungan gizi umat Islam, karena perjalanannya ini telah membidani lahirnya buku yang sangat monumental sekali, yaitu kitab "Sunan Ibnu Majah".

Para Guru dan Murid Imam Ibnu Majah
Guru sangat berperan sekali dalam tingkat keintelektualan anak didiknya, maka tak heran kalau guru yang cakap dalam metodologi pengajarannya sering kita temui peserta didiknya juga lebih terarah dan terdidik. Maka eksistensi guru ini suatu barang mahal dalam dunia pendidikan.
Dalam perjalanan konteks rihlah ilmiyah-nya ternyata banyak para syeikh pakar yang ditemui sang imam dalam bidang hadits; diantaranya adalah kedua anak syeikh Syaibah (Abdullah dan Usman), akan tetapi sang imam lebih banyak meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abi Syaibah. Dan juga Abu Khaitsamah Zahîr bin Harb, Duhîm, Abu Mus'ab Az-Zahry, Al-Hâfidz Ali bin Muhammad At-Tanâfasy, Jubârah bin Mughallis, Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar bin Adam dan para pengikut perawi dan ahli hadits imam Malik dan Al-Lays.

1 komentar: